Kamis, 06 Oktober 2011

LOVE FROM SOMALILAND

(Cinta Dari Tanah Somalia)
Oleh: Sabrina Benz

“Just take my hand, fall in love with me again”*

Ini bukan jalan pintas, bukan pula pilihan hidup yang terakhir, tapi aku percaya ini lebih kepada takdir.
Setelah hatiku patah, aku melarikan diri ke tanah gersang ini, Somaliland, begitulah kami volunteer menyebutnya.

Tanah ini sedikit banyak mengingatkanku pada dirinya, orang yang kucintai.
Jalan-jalan berdebu, tubuh-tubuh kurus, dan tatapan liar dengan perut kelaparan. Di sini dia dilahirkan dan tinggal di masa kecilnya.

Somaliland, dari sinilah cintaku berkembang pertama kali. Seseorang yang berasal dari tanah ini telah menaklukkan hatiku untuk pertama kali.

Dari sinilah, ku mulai menata hidupku kembali.
Dari sinilah, ku mulai sebuah kisah, sederhana, hanya kenangan berharga milikku.

“Cling” layar komputerku menyala, menandakan ada 1 pesan di FB-ku.
“Hi.” Sebuah pesan muncul dari seseorang yang terdaftar dalam list teman. Seseorang lelaki yang pernah mengomentari link yang kubagikan mengenai cerita Gie.
Cukup lama bagiku untuk merespon pesan itu, mungkin sekitar  5 menit.
Hi.” Balasku.
How are you?” tanyanya.
I’m fine.” Jawabku, kemudian dia menanyakan tentang cerita Gie yang ku-shared dan berminat untuk memiliki copy-nya.
That’s all, itu saja percakapan pada kontak pertama kami.

Sejak hari itu dia mulai rajin mengomentari apapun yang ku-update, baik video, link, ataupun status.
Karena perbedaan waktu, kami jarang bertemu online, kadang 1 atau 2 minggu, bahkan 1 bulan lebih kami tidak chatting.
Dari ceritanya, aku tahu dia yatim piatu, mengungsi ke Amerika bersama paman dan bibinya ketika usia 4 tahun.

Entah bagaimana, perasaan kami berkembang menjadi cinta. Ya, aku jatuh cinta pada orang yang belum pernah kutemui sama sekali.

Kamipun berjanji untuk menikah dalam waktu 2 tahun. Dua tahun terasa begitu lama, akupun mulai meragukannya. Aku takut dia tidak datang, aku takut dia akan menemukan orang lain dan meninggalkanku, aku takut menjadi perawan tua. Begitu banyak ketakutanku. Ya, aku sangat takut.

Akhirnya, suatu keputusan bodoh tercetus, aku berjudi dengan nasibku. Alang-alang menyeluk pekasam, biar sampai ke pangkal lengan, begitulah kata pepatah melayu lama. Kuputuskan menguji cintanya.
Aku membohonginya, kukatakan bahwa ada seseorang yang ingin menikahiku. Aku sangat ingin mengetahui reaksinya.
Dan ternyata yang terburuk benar-benar terjadi, dia berkata, “Seharusnya kau menerima pria itu.”
Duniaku terasa gelap seketika, aku merasa telah dicampakkan, aku merasa tidak diinginkan lagi.
Aku katakana padanya, “Terima kasih atas jawabanmu. Itu berarti kau tidak menginginkanku lagi.”
Dia menyangkal dan mengatakan inilah yang terbaik untukku, karena dia tidak tahu kapan dia akan datang dan dia akan bahagia untukku.
Ku katakan padanya bahwa aku bahagia bersamanya, tapi sekali lagi dia mengatakan ini yang terbaik.

Aku buta harapan, semudah itu dia melepaskan tanganku tanpa berniat mempertahankannya.
Maka akupun berkata, “Mari kita akhiri janji kita”
Setelah itu kami berhenti berhubungan.
Saat itu aku ingin sekali seseorang memarahiku, mengatakan betapa bodohnya aku. Tapi jika aku bercerita pada orang terdekatku, mereka menghibur dan membenarkan tindakanku. Padahal aku ingin sekali seseorang memukulku dan menyadarkanku saat itu.

Hidup terasa berat untuk dijalani, cinta yang dibina hancur dalam sekejap mata.
Pada mulanya, sulit untukku bertahan, hingga suatu hari aku menemukan sebuah situs yang memerlukan relawan untuk pergi ke Somalia.
Akhirnya kuputuskan untuk mengabdikan diri pada orang-orang dari tanahnya.

Inilah bukti cintaku padanya, aku mencintai orang-orang dari tanahnya. Dengan begitu aku merasa dekat dengannya.

Di sinilah, di Somaliland, aku mengabdikan diri, seluruh pekerjaan kulakukan, kadang menjadi tenaga medis dadakan, kadang menjadi guru. Kusibukkan diriku dengan banyak hal.
Kadang saat sendirian aku masih mengingatnya.
Aku tahu dia baik, tapi mungkin bukan yang terbaik untukku.
Aku percaya suatu hari nanti jika Tuhan menakdirkan diriku bersama dirinya, maka aku akan bersamanya.
Suatu hari nanti…
Tetap percaya…


*Runaway by Bruno Mars